Bupati Lihat Nih, Belasan Anak Pelajar dan Warga Di Purwakarta Setiap Hari Bertaruh Nyawa Sebrangi Sungai

anak anak nyebrang sungai
Anak-anak sekolah bertaruh nyawa saat menyebrangi sungai setiap hari, demi untuk mendapatkan hak dasar pendidikan. Bupati Purwakarta tau enggak ya.

POJOKSATU.id, PURWAKARTA – Entah kemana pemimpin daerah ini, belasan anak dan warga bertaruh nyawa demi untuk mendapatkan hak dasar mereka yaitu pendiddikan dasar, setiap hari mereka pergi ke sekolah dan kampung sebelah  menyebrangi sungai.


Bukan hanya bertaruh nyawa saat menyebrangi sungai, mereka juga berjalan hingga berkilo-kilo meter demi untuk sampai ke tempat belajar.

Bahkan lokasi tempat mereka belajarpun berbeda Desa, karena bila mereka bersekolah di desa yang sama maka jaraknya lebih jauh lagi.

Bisa dibayangkan jam berapa mereka berangkat dari rumah, agar saat sampai disekolah tidak kesiangan. Sawah mereka susuri, hutan, kebun bahkan hingga sungai mereka terjang demi untuk mencari ilmu.


Belasan anak pelajar SD itu berada di Kampung Cigarukgak, Desa Sukatani, Kecamatan Sukatani. Mereka harus belajar setiap hari berjalan kaki, menuju ke kampung sebelah yang berbeda Desa.

Kepala Desa Sukatani, Agis Limbong membenarkan bahwa Kampung Cigarukgak masuk ke dalam wilayah Desanya, kampung tersebut merupakan kampung paling jauh dan paling ujung.

Baca Juga : Bupati Purwakarta Sibuk Dengan Urusan Pribadi, Rakyatnya Sakit Parah Tak Berdaya Tinggal di Rumah Reyot Hampir Ambruk

“Dikampung itu ada ratusan jiwa, untuk jumlag KK nya sendiri sekitar 40 KK lebih,” kata Agis, melalui sambungan seluller, Selasa (25/10).

Setiap pagi ada belasan pelajar yang sekolah ke SD desa tetangga, karena bila mereka ke sekolah yang ada di Desa Sukatani jaraknya lebih jauh.

“Dari kantor desa sampai ke Kampung Cigarukgak jaraknya mencapai 8 Kilo Meter, sehingga terlalu jauh. Mereka memilih sekolah ke Desa sebelah, yang jarak tempuhnya kurang lebih sekitar 3 Kilo Meter,” jelas Agis.

Yang memprihatinkan, lanjut Agis, saat musim hujan seperti ini. Karena mereka akan melalui sungai tanpa penyebrangan, segingga saat air sungai pasang para pelajar SD teraebut tidak sekolah.

“Saat air sungai pasang dan meluap besar,  mereka tidak bisa berangkat ke sekolah. Yang kami takutkan, saat anak-anak menyebrangi sungai tiba-tiba ada banjir bandang. Sehingga kami saat ini butuh penyebrangan,” tutup Agis, mengakhiri pembicaraan.

Kini belasan anak yang bertaruh nyawa demi untuk mendapatkan hak dasar pendidikan, dengan cara menyebrangi sungai menunggu kepedulian pemimpin daerah (Bupati) untuk membangun jembatan penghubung. (Ade Winanto / pojoksatu)