POJOKSATU.id, JAKARTA – Kebijakan pemerintah soal mudik mendapat dukungan dari pelaku usaha transportasi darat.
Namun, mereka berharap pemerintah memberikan insentif untuk moda angkutan darat. Terutama bus dan truk. Sebab, seperti sektor usaha yang lain, transportasi pun terdampak pandemi Covid-19.
Ketua DPP Organda Adrianto Djokosoetono menegaskan bahwa mencegah persebaran virus SARS-CoV-2 tetap menjadi prioritas. Karena itu, dia dan seluruh jajaran pengusaha transportasi darat siap ikut menegakkan larangan mudik.
“Kami melihat kepentingan yang lebih besar. Tetapi, tentu kami sangat memerlukan dukungan pemerintah untuk keberlangsungan usaha,” katanya.
Saat ini, menurut Adrianto, rata-rata pelaku usaha truk dan bus hanya mengoperasikan 50–60 persen armadanya. Dia menyebutkan bahwa omzet pengusaha bus anjlok 75–90 persen.
Sedangkan omzet angkutan barang merosot 50–60 persen karena masih tertolong pengecualian pengiriman sejumlah komoditas. Organda khawatir kondisi itu akan semakin parah tanpa campur tangan pemerintah.
Maka, sebagai kompensasi larangan mudik, Adrianto berharap pemerintah memberikan insentif terhadap para pengusaha transportasi.
Dikatakan, restrukturisasi kredit yang menjadi bagian dari stimulus pandemi pemerintah beberapa waktu lalu kurang tepat sasaran. Sebab, tidak semua pelaku usaha angkutan darat bisa menikmatinya.
“Dengan batasan utama yang Rp 10 miliar, mungkin pengusaha yang punya 10 bus itu tidak akan dapat bantuan,” jelasnya.
Stimulus berupa keringanan pembayaran pajak STNK atau retribusi daerah dan pusat dinilai akan lebih meringankan. “Karena kendaraan ini tidak kami gunakan untuk kepentingan pribadi. Jadi, sebagai usaha yang tidak hanya terdampak tapi juga diminta untuk tidak beroperasi, tentunya kami berharap retribusi daerah maupun pusat bisa diberi insentif,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Logistik Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Bidang Angkutan Darat dan Perkeretaapian Ian Sudiana mengatakan, Ramadan sebagai masa panen order.
Sebab, biasanya pengiriman barang dan jasa meningkat hingga 20 persen dari normal. Tetapi, semua itu diprediksi tidak akan terjadi tahun ini. “Seharusnya naik sekitar 20 persen dan terus berlangsung sampai satu minggu setelah Idul Fitri,” tandasnya.
(jpc/pojoksatu)