POJOKSATU.id, LAMPUNG- Kasus polisi tembak polisi, Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad mengatakan, dari hasil pendalaman motif pelaku Aipda RS menembak korban Aipda AK karena merasa dendam dengan korban yang kerap membuka aib pelaku.
Kedua anggota polisi berpangkat Aipda ini juga diketahui merupakan teman dekat.
“Motif sementara yang kami dapatkan dari keterangan tersangka hingga tega melakukan penembakan terhadap korban diduga karena pelaku dendam terhadap korban,”
Menurut Kombes Pandra, korban ini kerap membuka aib Aipda RS kepada sesama anggota polisi. Bahkan korban juga sering menceritakan aib pelaku di grup-grup Whatsapp sesama anggota polisi.
Atas hal itulah, emosi pelaku memuncak sehingga pada Minggu September 2022, pelaku mendatangi kediaman korban dan langsung melakukan penembakan terhadap Aipda AK.
“Karena korban selalu membuka aib keburukan tersangka kepada kawan-kawannya dan terdapat kabar di grup Whatsapp bahwa istri dari pelaku belum membayar uang arisan online,” ujar Pandra.
Sebelumnya kasus baku tembak kembali terjadi antara dua anggota polisi bernama Aipda Ahmad Karnain alias AK (41) dan Aipda Rudi Haryanto alias RS.
Insiden baku tembak itu terjadi di kediaman rumah korban Aipda AK tepatnya di Gerbang Rumahnya Rantau Jaya Bandar Jaya Barat, Kecamatan Terbanggi Besar, Lampung Tengah pada 04 september 2022 sekira pukul 20.30 WIB.
Kejadian itu berawal, saat Aipda AK sedang bersama anaknya, kemudian tetangga Aipda AK mendengan suara ledakan sembari mendengar suara anak berteriak minta tolong.
Pada saat itulah ada sebuah motor yang keluar dari gang rumah korban yang diduga merupakan pelaku penembakan.
Selanjutnya warga bersama istri korban membawa korban ke rumah sakit terdekat, namun sesampainya di rumah sakit korban sudah tidak dapat tertolong.
Dari hasil penyelidikan didapatkan Identitas terduga pelaku yaitu berinisial RS berpangkat Aipda.
RS diketahui menjabat KA SPKT yang juga berdinas di Polsek Way Pengubuan Lampung Tengah.
Atas perbuatan pelaku dikenakan Pasal 338 dengan ancaman pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Selain itu, pelaku dikenakan sanksi etik, dengan Sanksi Pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH). (firdausi/pojoksatu)