Seleksi PPPK 2022, Dede Yusuf : Tolong Dahulukan Honorer yang Pengalaman Seperti Saya

Dede Yusuf, anggota Komisi X DPR RI
Dede Yusuf, Wakil Ketua Komisi X DPR RI

POJOKSATU.id, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf menyoroti banyaknya permasalahan yang terjadi pada seleksi PPPK tahap 1 dan 2. Ia berharap masalah itu tidak terulang pada seleksi tahap 3 atau seleksi PPPK 2022.

Politikus yang bernama lengkap Dede Yusuf Macan Effendi itu mengatakan salah satu masalah yang muncul pada seleksi PPPK tahap 1 dan tahap 2 adalah formasi.

Banyak pelamar, khususnya tenaga honorer memilih formasi yang tidak sesuai dengan latar belakang dan kualifikasi pendidikannya. Akhirnya mereka ditolak oleh sistem.

Beberapa tenaga honorer terpaksa memilih formasi lain karena formasi yang sesuai dengan latar belakang dan kualifikasi pendidikannya tidak tersedia.


Misalnya, honorer yang latar belakang pendidikannya adalah lulusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) terpaksa memilih formasi mata pelajaran matematika atau Bahasa Inggris.

BACA : Kapan Pendaftaran PPPK 2022 Dibuka ? Ini Jawaban BKN

Otomatis mereka ditolak oleh sistem karena dianggap formasi yang dipilih tidak sesuai dengan kualifikasi dan latar belakang pendidikannya.

Dede Yusuf meminta kepada para calon pelamar PPPK 2022 agar memilih formasi sesuai dengan kualifikasinya.

“Kalau bisa di-apply sesuai dengan kapasitasnya. Jangan mencari di luar kapasitanya karena mesin tidak berpihak. Yang berpihak itu adalah kebijakan, afirmasi namanya,” ucap Dede Yusuf, dikutip Pojoksatu.id dari kanal Youtube TPMDS, Kamis (3/8).

Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat ini menambahkan, Komisi X DPR telah meminta kepada pemerintah agar menyesuaikan antara kebutuhan dengan situasi yang dialami para honorer.

“Oleh karena itu, kami pun selalu meminta, tolong pemerintah kaji kembali, cari sistem yang kira-kira bisa menyesuaikan antara kebutuhan dengan apa yang bisa dilakukan,” jelas Dede.

BACA : Seleksi PPPK 2022 Dipending, Dede Yusuf : Stop Stop Stop

Masalah formasi paling banyak dialami guru honorer di tingkat SD. Mereka rata-rata lulusan PGSD. Namun formasi yang tersedia adalah guru mata pelajaran.

Dijelaskan Dede, pihaknya telah meminta agar disediakan afirmasi bagi tenaga honorer yang sudah lama mengabdi.

“Karena tidak semua guru ketika dia aplly ke sekolah, dia mungkin pendidikannya misalnya ekonomi, tapi karena di sekolah lowongan yang ada adalah guru Penjas, ya diambi itu,” kata Dede.

“Nah ini yang kami sebut afirmasi. Artinya tolong dahulukan mereka yang memang sudah mengajar lebih dari lima tahun,” jelas Dede.

BACA : Terungkap Biang Kerok Formasi PPPK Dikurangi hingga Guru Lulus PG Belum Terima SK

Afirmasi adalah kebijakan khusus atau diskresi. Afirmasi diberikan kepada honorer yang sudah lama mengabdi, terutama yang berada di daerah pelosok.

Honorer yang telah mengajar lebih dari lima tahun sudah pasti berpengalaman, sehingga kemampuannya tidak diragukan lagi. Mereka punya portofolio.

Mereka yang punya pengalaman harus diakomodir, meskipun formasi yang dilamar tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikannya.

“Artinya pengalaman. Sama seperti saya. Kalau saya dulu artis, enggak akan mungkin orang mempercayai untuk memegang jabatan di pemerintahan atau DPR. ‘Ah artis bisa apa?’. Tapi saya punya portofolio, pengalaman organisasi,” ucap Dede.

Menurutnya, portofolio dan track record harus menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan perekrutan.

“Jadi enggak bisa dinilai langsung karena artis enggak layak jadi anggota DPR, enggak layak jadi gubernur atau wakil gubernur atau pun menteri dan lain-lainnya. Jadi ini enggak boleh. Tetap harus ada portofolio kita lihat,” tandas Dede Yusuf. (muf/pojoksatu)