POJOKSATU.id, JAKARTA – Konflik PDIP dengan Partai Nasdem masih terus menjadi perbincangan publik. Silang pendapat keduanya diyakini banyak pihak sangat mungkin menjadi pemicu perpecahan di internal koalisi pemerintahan Jokowi.
Bahkan, partai besutan Surya Paloh itu seperti tengah mengsinyalkan siap angkat kaki untuk menjadi oposisi.
Akan tetapi, Nasdem dinilai tidak dalam posisi memiliki kekuatan efektif untuk melawan dominasi PDIP.
Demikian disampaikan pengamat politik Ade Reza Hariyadi dikutip PojokSatu.id dari RMOL, Minggu (11/8/2019).
Salah satu alasan yang dikemukakan Ade Reza Hariyadi adalah perolehan suara yang didapat pada Pemilu 2019 lalu.
“Karena suara Nasdem yang tidak terlalu besar,” katanya.
Hematnya, jika Nasdem memutuskan jadi oposisi sekalipun, dinilainya tak akan terlalu dipedulikan partai besutan Megawati Soekarnoputri itu.
Telebih, jika kemudian partai berlambang banteng hitam itu bisa mengunci kesetiaan dari tiga parpol besar.
“Pertama yakni PDIP sendiri, kedua Golkar dan ketiga Gerindra. Ini menjadi kekuatan mayoritas di parlemen maupun di pemerintahan,” ulasnya.
Atas alasan tersebut, ia pun menganggap manuver politik yang tengah dimainkan Nasdem tak terlalu kuat di hadapan PDIP.
Apalagi, perolehan kursi Gerindra dan Golkar berada tepat di bawah PDIP, yakni urutan dua dan tiga.
“Dan yang pasti lebih menjanjikan untuk menciptakan stabilitas di parlemen maupun di pemerintahan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ade juga menilai, sebagai pemenang pemilu, PDIP saat ini menjadi parpol yang memiliki peluang paling besar untuk membuat manuver. Ditambah, Jokowi tidak lain adalah kader PDIP.
Di sisi lain, manuver yang dibuat Nasdem yang membuat PDIP memalingkan muka ke Partai Gerindra.
“Itu akibat manuver (Gondangdia) yang mengabaikan eksistensi politik dari pengusung Jokowi sekaligus partai pemenang pemilu,” ujarnya.
Selain itu, Gerindra dan PDIP tidak terlalu memiliki perbedaan ideologi yang terlalu tajam, sehingga memudahkan Mega dan Prabowo untuk membangun koalisi.
“Termasuk bisa membuka kesempatan yang lebih besar agar Gerindra ada di pemerintahan,” ucap Ade.
Sinyal politik yang diberikan oleh PDIP harus dibaca sebagai langkah yang ditujukan kepada partai-partai koalisi bahwa presiden terpilih adalah kader PDIP.
“Dan yang kedua sebagai partai pemenang pemilu PDIP tidak bisa disetir ramai-ramai agar sesuai dengan kepentingan partai lain meskipun sama-sama ada di koalisi pendukung Pak Jokowi,” pungkasnya.