Tiga Serangan Bertubi PDIP untuk Nasdem, Nyindir Gak Tanggung-tanggung

Anies Baswedan dan Surya Paloh
Anies Baswedan dan Surya Paloh

POJOKSATU.id, JAKARTA – Hubungan PDIP dengan Partai Nasdem sepertinya tengah berada di titik paling rendah pasca Pilpres 2019.

Kedua politisi parpol koalisi pemerintahan itu juga saling melontarkan pernyataan yang diyakin publik menjadi indikasi kuat keduanya tengah tak akur.

Kali ini, sederet sindiran dilontarkan partai besutan Megawati Soekarnoputri itu kepada partai besutan Surya Paloh tersebut.

Setidakya ada tiga hal yang digunakan PDIP menjadi serangan balasan yang ditujukan kepada Parti Nasdem.


Berikut tiga hal yang menjadi sindiran PDIP yang ditujukan kepada Partai Nasdem:

 

1. Komposisi dan penyusunan kabinet

Pertama, yakni mengenai cara dan etika dalam berpolitik serta bernegara. PDIP menegaskan, mereka tak akan mengikuti cara-cara yang dipakai Nasdem.

Yang konon sudah menyetorkan sejumlah nama kepada Presiden Jokowi untuk dipilih sebagai calon menteri di Kabinet Indonesia Kerja (KIK).

Menurut Sekjen PDIP, semestinya setiap parpol membiarkan presiden sendiri yang menentukan siapa orang-orang yang pantas menjadi pembantunya di KIK Jilid II mendatang.

Terlebih, hal itu adalah murni hak prerogatif presiden, sehingga tak sepantasnya parpol melakukan intervensi kepada presiden.

Hasto menjelaskan, bagi PDIP, menyusun kabinet harus dengan kontemplasi, dilengkapi dengan data, profil setiap calon yang ada dan presiden punya opsi-opsi itulah yang harus dibahas.

“Seharusnya tidak ada tekan menekan di dalam penyusunan hal itu,” kata Hasto di kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2019).

Hasto menyadari parpol sebenarnya punya peran memobilisasi rakyat dalam memenangkan Jokowi-Ma’ruf. Namun, peran tersebut bukan berarti meniadakan hak prerogatif presiden dalam memilih pembantunya.

“Presiden tetap berdaulat dan itu juga ditunjukkan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri saat itu,”

“Beliau menyusun kabinet dengan diam, dengan sunyi, tetapi bisa menghasilkan sosok-sosok berkaliber nasional dan internasional sehingga kabinet disebut the dream team kabinet yang mampu menyelesaikan krisis dimensi saat itu,” ujar Hasto.

 

2. Jaksa Agung

Posisi Jaksa Agung saat dijabat oleh HM Prasetyo yang notabene adalah kader Partai Nasdem. Namun ke depan, PDIP tegas tak akan membiarkan posisi itu kembali dijabat oleh Nasdem.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut, Jaksa Agung sebaiknya dijabat oleh internal intitusi Kejaksaan Agung sendiri, bukan dari kader partai.

Alasannya, hal itu dilakuan untuk mendorong stabilitas dan penegakan hukum di Indonesia.

“Kader-kader dari internal lembaga kementerian negara tersebut untuk mendapatkan ruang jabatan yang tertinggi,” kata Hasto, di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2019).

Politisi asal Yogyakarta itu menegaskan, apa yang diinginkan PDIP itu adalah aspirasi publik.

Karena itu, partai besutan Megawati Soekarnoputri itu mendukung penuh aspirasi dimaksud agar tumbuh dedikasi dalam membangun seluruh sistem dan komitmen seluruh elemen jaksa agung.

“Untuk dapat menegakkan hukum dengan sebaik-baiknya, itu ditangkap oleh PDIP dan kami memberikan dukungan terhadap aspirasi itu,” jelasnya.

Hasto menambahkan, pada prinsipnya, hukum harus ditegakkan dengan cara berkeadilan dengan langsung bertanggungjawab pada aspek kemanusiaan.

Apalagi, kata dia, tidak boleh ada hukum yang ditegakkan hanya untuk kepentingan politik tertentu.

“Dari pengalaman PDIP, kekuasaan tidak bisa dibangun di jalan pintas dengan menggunakan instrumen hukum, tidak bisa,” ujar Hasto.

 

3. Nyaplok kader

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto melontarkan sindiran membalas keinginan politisi Partai Nasdem yang hendak memboyong Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk bertarung di Pilkada DKI Jakarta 2022 mendatang.

Padahal, perempuan pertama yang memimpin Kota Surabaya itu adalah kader PDIP yang bergelimang prestasi mengkilap, penghargaandan pengakuan dari dunia internasional.

Hasto menyatakan, partai besutan Megawati Soekarnoputri selama ini membudayakan kepala daerah dipilih dari kader internal sendiri.

“PDIP mendorong kepala daerah, memang kita prioritaskan dari dalam kader partai sendiri,” ujar Hasto di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta, Kamis (1/8/2019).

Politisi asal Yogyakarta itu lantas menceritakan, dalam pengkaderan, PDIP memiliki program sekolah kader.

Proses itu dilakukan untuk memilih orang-orang yang berpotensi dimajukan, baik dalam pertarungan legislatif dan eksekutif.

Cara-cara seperti itu, kata Hasto, adalah langkah awal PDIP untuk menghindari pencaplokan kader partai lain untuk melanggengkan jalan partai memenangkan kompetisi politik.

“Calon-calon kepala daerah sebagai proses kelembagaaan sistemik dari dalam partai melalui sekolah partai bukan dari dengan cara mengambil dari kader lain,” tukasnya.

(ruh/pojoksatu)