POJOKSATU.id – Dugaan fee komisi dari PT Asuransi Bangun Askrida (ABA) kepada sejumlah gubernur di Indonesia tengah menjadi sorotan. Terlebih jumlahnya disebutkan mencapai triliunan.
Di tengah maraknya pemberitaan terkait hal ini, pengamat publik di Kota Bekasi, Gunawan Abdillah, mengapresiasi sikap Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, yang dikabarkan menolak pemberian komisi tersebut.
“Kalau dari data Indonesian Audit Watch yang diduga menerima adalah Gubernur Sumbar sebanyak Rp600 miliar dan Gubernur DKI Rp800 miliar kurun waktu 2018-2022, namun tidak dicatatkan dalam LHKPN yang wajib dilaporkan sesuai undang-undang,” ujar Gunawan, Sabtu, 18 Maret 2023.
Berdasarkan informasi, kata dia, Provinsi Jawa Barat dan Banten menjadi pemilik saham terbesar kedua setelah Sumbar di PT ABA. Dana Pensiun PT BPD Jawa Barat Banten tercatat 4.070 saham dengan nominal mencapai Rp 40,7 miliar. Jumlah tersebut merupakan 13,023 persen dari jumlah seluruh saham yang telah dikeluarkan perseroan.
“PT BPD Jawa Barat Banten Tbk sejumlah 3.014 saham dengan nilai nominal seluruhnya sebesar Rp 30,14 miliar atau merupakan 9,644 persen dari jumlah seluruh saham yang telah dikeluarkan perseroan,” papar Gunawan.
Sementara Indonesian Audit Watch (IAW) menyampaikan laporan dugaan korupsi yang dilakukan oleh beberapa gubernur terkait penyalahgunaan wewenang.
Kerugian negara yang ditimbulkan akibat dugaan penyalahgunaan wewenang oleh sejumlah gubernur ini disebutkan mencapai Rp 4,5 triliun selama kurun waktu 5 tahun.
Adapun sejumlah gubernur yang diadukan oleh IAW, yakni Gubernur Sumatera Barat periode 2018-2022 dengan besaran fee hampir Rp 600 miliar. Gubernur DKI periode 2018-2022 hampir Rp 800 miliar.
Kemudian ada pula Gubernur Banten periode 2018-2022 serta sejumlah gubernur lain juga ditenggarai menikmati aliran dana korupsi ini melalui PT ABA.
Fee yang didapat Gubernur Sumbar dan Gubernur DKI kabarnya didapat sebagai komisi dari mengasuransikan seluruh bangunan dan pegawai pemerintah provinsi (pemprov). Jumlah premi yang dibayarkan kedua pemprov ini mencapai Rp14 triliun selama kurun 5 tahun.
Seluruh bangunan dan pegawai kedua pemerintah provinsi ini diasuransikan ke PT ABA yang seluruh sahamnya dimiliki oleh pemprov seluruh Indonesia dan BUMD milik pemerintah provinsi.
Menurut sekretaris pendiri IAW, Iskandar Sitorus, dugaan korupsi ini timbul lantaran penerimaan fee komisi asuransi yang diterima oleh sejumlah gubernur, tidak dilaporkan ke dalam LHKPN, seperti yang diatur dalam undang undang.
“Menggunakan jabatan untuk mengalokasikan uang negara demi komisi, jelas bertentangan dengan prinsip good and clean government,” ucap Iskandar.
Menurutnya, pemberian fee kepada sejumlah gubernur ini diberikan secara cash dan bertahap melalui dua orang berinisial MH dan EY.
Berikut jumlah fee yang dibayarkan PT ABA kepada sejumlah gubernur di Indonesia, berbanding dengan keuntungan yang diperoleh PT ABA dalam kurun lima tahun menurut data IAW:
- Komisi 2018 Rp 849.726.000.000 (laba Rp 162.185.000.000),
- Komisi 2019 Rp 819.751.000.000 (laba Rp 79.913.000.000),
- Komisi 2020 Rp 718.281.000.000 (laba Rp 75.949.000.000),
- Komisi 2021 Rp 941.590.000.000 (laba Rp 74.899.000.000),
- Komisi 2022 Rp 1.075.714.000.000 (laba Rp 93.846.000.000),
Dalam laporan yang diberikan kepada bagian pengaduan masyarakat di gedung KPK, IAW menyertakan sejumlah bukti, berupa transaksi perusahaan terkait laporan keuangan, surat dari Bank Mandiri berupa kewajiban PT ABA untuk membayar biaya klaim, serta surat jawaban PT ABA kepada Bank Mandiri yang isinya berupa strategi dalam pengelolaan resiko bisnis. (ps)