Dari penelitian itu dr Karina tahu: trombosit itu kalau ”dikupas” isinya protein. Yakni protein dari berbagai jenis. Ada protein antibiotik, anti inflamasi, protein penumbuh, protein anti bakteri, dan banyak lagi. Total lebih dari 1.000 jenis protein yang ada di dalam trombosit.
Ketika dr Karina melihat begitu banyak penderita Covid yang meninggal dunia, dia pun ingat: mengapa kandungan protein di dalam trombosit itu tidak dimanfaatkan. Kan bisa untuk menyembuhkan pasien Covid.
“Isi trombosit itu sudah seperti apotek besar,” ujar dr Karina pada saya Sabtu siang lalu.
Maka berbagai pertanyaan terus menggoda otaknyi: mengapa perlu pakai obat dari apotek kalau di dalam trombosit sudah ada obatnya.
Karina pun menghubungi dokter yang sedang kewalahan dengan pasien Covid. Untuk mencoba terapi temuannyi itu. Sang dokter memang harus menemukan cara menyembuhkan pasien. Maka dicobalah infus jerohan trombosit yang sudah ”diolah” di lab Hayandra.
Total biaya lab-nya hanya Rp 4,5 juta. Bandingkan dengan obat Actemra yang harganya sudah begitu liarnya. Belum tentu tidak beresiko pula.
“Protein anti radang yang ada di dalam trombosit dapat menanggulangi badai sitokin pada Covid-19,” ujar dr Karina. “Di saat yang bersamaan, tubuh bisa membangun sel-sel yang dirusak virus dengan protein penumbuh,” tambahnyi. Misalnya kerusakan yang ada di paru-paru itu.
Demikian juga unsur anti bakteri di dalam jerohan protein itu: dapat membantu melindungi tubuh dari serangan bakteri. “Terutama saat tubuh sedang melemah karena bertarung melawan virus,” ujar dr Karina.
“Rambut dr Karina itu keriting asli atau keriting buatan?” tanya saya.
“Hahaha…. Asli pak,” jawabnya.
Dia kaget kok pertanyaan saya pindah ke soal rambutnyi. Tapi siapa pun yang melihat rambut itu pasti goyang imannya. “Saya pernah mencoba luruskan, tapi tidak berhasil. Sekarang justru bersyukur malah jadi trademark,” jawabnyi.
Rasanya dr Karina memang tidak perlu mengubah rambut itu. Kalau pun diadakan survei nasional, pasti 99 persen setuju biar saja tetap keriting seperti itu.
“Rambut ibu saya juga keriting,” ujar Dr Karina. “Sedang rambut ayah saya ikal,” tambahnyi.
Mungkin rambutnya itu yang membuat Dr Karina cerdas sekali.